Selasa, 18 Desember 2018

KKM standar yang subyektif

KKM LAGI
==========

Entah yang keberapa saya menulis tentang KKM ini. Ki ini saya menulis lagi. Saya ingin memberikan alasan tentang peninjauan kembali tentang KKM.

KKM itu sejatinya adalah standar dan standar itu memang perlu dalam dunia apa pun, karena itu untuk menjaga mutu.  Namun konsep KKM selama ini sudah melenceng. KKM ditentukan tanpa analisis. Bila ditentukan dengan analisis, anisisnya pun pakai "kira-kira".

KKM itu memang harus, namun kembalikan KKM seperti dulu, yaitu KKM tetap dan berlaku nasional. Saya memilih angka 56 sebagai KKM. Mengapa? Berikut ini saya paparkan alasan-alasannya.
1. KKM berdasarkan analisis daya dukung, intake dan kompleksitas itu tdk bisa diterapkan. Mengapa? Penentuan nilai-nilainya semua serba kira-kira (subyektif). Misal menentukan daya dukung sedang itu kira-kira. Oleh karena itu hasil hitungan KKM itu kira-kira. Apalagi bila ada "pesanan", penentuan KKM akan melenceng.
2. Saya memilih KKM 56 itu berdasarkan telaah saya dari batas tuntas nilai UN dan batas tuntas (nilai C) di perguruan tinggi yg berkisar 56 serta batas tuntas sekolah di luar negeri. Batas tuntas itu tdk ditetapksn seperti kriteria KKM. Batas 56 itu dari dulu hingga sekarang tdk pernah bergeser atau sedikit saja bila bergeser.

Lihat betapa manisnya KKM 56
56 - 70 : C
71 - 85 : B
86 - 100 : A
Lo kok manis? Ya karena panjang rentangan rata = 15. Siswa dpt nilai A tdk susah.
Bandingkan untk KKM 75. Seperti ini rentanganya
75 - 82 : C
83 - 90 : B
91 - 100 : A
Siswa dpt nilai A susah karena hrus 91. Bukan begitu pak Pawiro Untung?

Jadi kembalikan KKM seperti dulu fix berlaku nasional. Dulu itu KKM adalah 6 skala 10 berlaku nasional. Masalah istilah terserah, KKM, SKBM, batas tuntas, batas minimal atau tanpa istilah juga gak apa-apa.

Akun FB Fatur guru matematika SMA 1 tanjung Lombok yang di bagikan oleh pak Agung Wibowo guru saya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar