Rabu, 27 Juni 2018

Active learning siswa bebas tekanan tujuan tercapai

Pengalaman Pak Juprianto Jefry:

Maaf ingin berbagi sedikit pengalaman yg sangat berharga bagi saya,  maaf jika mungkin biasa bagi Bapak/Ibu sekalian....

Berawal saat saya ikut program mengajar dari kampus (krn saya mhs FKIP).
Saya ada di sekolah tsb selama 3 bulan.  2 minggu pertama saya kecewa,  gemes,  dan mau marah dengan kinerja dan budaya mengajar para guru (maklum gaya demonstran).
Saya tdk dpt berbuat banyak karena harus ikut mereka sbg pembimbing selama praktik mengajar. 

Nah kesempatan datang di minggu ke 3, dimana kami diberi kebebasan untuk mengelola kelas sendiri,  kami membuat RPP sendiri, (kebetulan sebelumnya  kampus mengirim kami ikut pelatihan yang dilakukan tim programnya UNICEF ttg Belajar Aktif).

Apa yg terjadi membuat kami di panggil kepsek dan disidang (siswa ramai berafu pendapat,  lepas dalam melaksanakam proses belajar,  tertawa,  interupsi dg suara yg cukup keras,  ini yang jadi perhatian). 

Dlm sidang tsb kami diminta menjelaskan,  dan kami sampaikan ini salah satu pemahaman kami u tuk menerapkan Active learning yg membuat siswa merasa bebas tekanan,  siap belajar dan dg pendekatan yang menyenangkan harapannya akhirnya paham konsep yg dipelajari.

Ternyata para guru terganggu kelasnya dan kepsek minta kami tidak mengulangi.  Kami terima nasehatnya tp tdk kami turuti begitu saja. 

Selanjutnya,  kami lakukan dg cara sama tetapi saling menjaga agar tdk ramai/gaduh saat saling debat ide. 

Di akhir bulan ke 3, semua RPP kami diminta (hard copy n file nya),  kami PD mrk akan belajar dari dokumen dan yg kami lakukan.

Karena kami ber-4 mendapat nilai A semua... (positive thingking,  bukan sombong lho)... Hehehe.

Pengalaman kedua

Saat belajar di project yg didanai UNICEF.... Tentang pendidikan Dasar. 

Kasus mirip dg pengalaman pertama.... Melihat guru mengajar tanpa persiapan,  hanya buka buku dari penerbit,  kerjakan soal,  bahas brp benar n salah... Gak ada konsep yg bermakna dari pembelajaran yg didapatkan siswa... Gemez,  kecewa...

Namun saya coba,  minta ijin kepsek untuk dpt mengajar srlama 1 bulan (setiap Rabu,  kamis dan sabtu) .... Saya lakukan di kelas 4 SD di sekolah pucuk gunung (50Km dari rumah saya) ... Saya bersama guru kelasnya mengajar bersama,  saya bantu menyiapkan RPP dan kami ajarkan bersama.  Gurunya heran kok siswanya skrg lbh mudah diatur dan mudah diarahkan....
Saya masih ingat pembelajaran pertama ttg keterampilan menemukan informasi dari bungkus bekas kemadan peralatan mandi dan cuci (siswa diminta bawa berbagai bekas bungkus bahan/alat mandi n cuci).  

Siswa semua sibuk dan semua nampak semangat menemukan informasi di kemasan....
Ada yang menemukan lokasi produksi,  bahan pembuat,  tgl kedaluarsa,  sampai nama perusahaan yg produksi dan pemasarnya.

Banyak anak yang tdk tahu kosakata yang ada di kemasan,  gak tahu nama daerah itu dimana dan lain lain.  Akhirnya info awal itu dilanjutkan untuk mempelajari berbagai materi, mempelajari mata angin,  letak suatu daerah, dibantu dg peta, keragaman budaya &  sumberdaya alam (berdasar lokasi yg ditemukan di kemasan).  Siswa demakin betah di sekolah.

Anak2 menangis saat saya pamit,  ingin belajar bersama.

Dengan melakukan hal tersebut,  saya sekarang sangat hati hati menyalahkan Guru.  Saya coba radakan dan temukan sebabnya dan lalu coba cari alternative solusi dan tawarkan. 
Dengan begitu saya merasa berkontribusi untuk membantu mereka (para guru)  untuk melakukan upaya perbaikan.

Oh ya,  saat melakukan kegiatan di SD tersebut saya kebetulan juga dosen (setelah 9 tahun d kampus saya putuskan ke pendidikan Dasar,  walaupun bukan sbgai Guru,  tapi selalu bersama Guru SD  sampai sekarang) " ini bespraktice"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar