Oleh : Muhammad Jabnnur, SHI, MAP
(Jabal Bluek)
Keputusan panitia sayembara logo UIN
Ar-Raniry tentang logo pemenang sayembara berdasarkan surat keputusan panitia
Nomor: 02/ LOGO/ AR-RANIRY/X/2016, tanggal 12 Oktober 2016 tentang Pemenang
sayembara Desain logo UIN Ar-Raniry Banda Aceh, yang di ketuai oleh Dr. Abdul
Jalil Salam, MA, mendapat kecaman dan protes dari sejumlah kalangan.
Logo pemenang sayembara tersebut
mirip dengan lambang yahudi. Sejumlah masyarakat menilainya sangat tidak pantas
logo tersebut di jadikan sebagai logo Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Aceh.
Aceh yang dalam kekhususannya berhak menjalankan Syariat Islam dan didukung
oleh semua lapisan masyarakat, semestinyalah semua bidang pekerjaan yang akan
dilakoni di Aceh harus bernuansa Islami, lebih lagi dibidang pendidikan.
Pada awal pelaksanaan syariat islam
di aceh, pemerintah aceh melahirkan peraturan bahwa untuk papan nama kantor
pemerintah dan swasta, agar menulisnya dengan dua tulisan yaitu dengan tulisan
latin dan tulisan arab. Tentunya hal ini bertujuan agar terlihat kekhasan
daerah yang melaksanakan syariat islam.
Nama dan logo membuktikan syirikas
atau kekhasan seseorang atau daerah. Misalnya namanya “Muhammad, Umar. Ibrahim,
Musa, Ilyas, dll yang namanya bersumber dari Islam” dan logo-logo yang
melambang kekhasan daerah atau sebuah negara seperti “Bulan bintang, lambang kakbah,
kubah mesjid dan lain-lain”. Lambang dan nama sesuatu yang sangat menentukan
dalam menilai sesuatu. Misalnya seseorang yang menggunakan atau mengantongi
biji tasbih yang di rangkai dengan bintang bulan atau gambar kabah, saat ianya
meninggal kecelakaan maka dia akan di
nilai sebagai orang muslim, Namun jika sebaliknya orang kafir yang mengantongi
atau mengalungkan logo salib atau logo-logo yang melambangkan agamanya saat di
kecelakaan atau meninggal dia akan dinilai sebagai penganut agama tersebut.”
Namun jika kita sebagai muslim, mengantongi atau mengalungkan logo salib saat
kita kecalakaan dan meninggal di tempat, orang-orang yang membantu kita pada
saat kecalakaan tersebut meninggal kita sebagai orang kafir.”
Penolakan terhadap penggunaan logo pemenangan
sayembara tersebut di lakukan oleh sejumlah pihak, hal ini sebagaimana yang di
ungkapkan oleh Abdul Hamid, S. Pd, M. Pd yang menjabat sebagai Kepala TU BPMG
(Pusat Pengembangan Mutu Guru) Wilayah II Sigli, yang membawahi dua kabupaten
yaitu Kabupaten Pidie dan Kabupaten Pidie Jaya, beliau juga alumni Fakultas
Dakwah IAIN Ar-Raniry tahun 1989 yang hari ini telah naik tingkatan menjadi UIN
Ar-Raniry. Dalam hasil wawancara dengan beliau mengemukakan bahwa logo yang di
umumkan sebagai pemenangan logo baru untuk UIN Ar-Raniry tidak mencerminkan ke
khasan aceh dan pula tidak mencerminkan
UIN Ar-Raniry sebagai lembaga perguruan tinggi Islam di aceh, beliau juga
menyarankan agar membatalkan surat keputusan pemenangan hasil sayembara
tersebut. Mengenai sepuluh besar logo yang telah diumumkan beliau lebih condong
agar panitia sayembara memilih nomor urut 3 dan 2.
Dari beberapa tanggapan sejumlah para
tokoh dan masyarakat penulis menyimpulkan rata-rata mereka menolak penggunaan
logo hasil pemenangan yang di umumkan tersebut. Tidak sedikitpun logo yang
diumumkan tersebut melambangkan kekhasan aceh, mestinya para juri belajar dan
berpedomanlah pada logo-logo perguruan tinggi lain yang ada di Indonesia,
mereka tetap menggambarkan jati diri daerahnya masing-masing seperti UIN Wali Songo, UIN Alaudin Makasar, UIN
Sunan Kalijaga di Yokyakarta, UIN Suska Riau dan UIN Syarif Hidayatullah di
Jakarta.
Dari hasil pembahasan di atas penulis
menyimpulkan agar para penanggung jawab sayembara atau panitia sayembara logo
UIN Ar-Raniry tentang logo berdasarkan surat keputusan panitia Nomor: 02/ LOGO/
AR-RANIRY/X/2016, tanggal 12 Oktober 2016 tentang Pemenang sayembara Desain
logo UIN Ar-Raniry Banda Aceh, di batalkan. Panitia kiranya berpedoman pada
logo-logo UIN lain yang ada di Indonesia dan menerima masukan-masukan dari
rakyat aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar