Jumat, 25 Mei 2018

Kasatdikmas Bina Mental Siswa SMK dan MA Aceh Tengah

Takengon, Kasatbinmas Polres Aceh Tengah membina mental siswa SMK dan siswa Madrasah Aliyah Aceh Tengah di mushalla sekolah MAN 1 Aceh Tengah Jumat 25/3.

Kegiatan ini berawal kita laksanakan di bulan Ramadhan ini untuk memperkuat rasa cinta tanah air dan saling menyayangi antar sesama pelajar Aceh Tengah. Jauhkan diri dari narkoba salah satu hal yang disampaikan oleh Kompol Siswono dalam pertemuan dengan siswa-siswa.

PLT kepala PPMG wilayah V Abdul Hamid SPd MPd menyampaikan nasehat kepada siswa, anda adalah anak anak kami yang merupakan generasi penerus. Kalian calon pemimpin bangsa Indonesia dimasa yang akan datang oleh karenanya mempersiapkan diri sejak dini sangat perlu. Bangsa ini butuh orang orang cerdas juga berintegritas.

Berakhlak mulia faktor penting untuk pemimpin bangsa ini. Kalian merupakan aset bangsa. Negeri yang subur ini butuh tangan terampil untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam untuk kesejahteraan bangsa. Andalah orang orang yang tepat memimpin bangsa ini maka tidak ada kata lain selain belajar belajar belajar tambah Hamid.

Tauran bukan budaya bangsa ini apalagi ditempatkan kita. Aceh belum pernah ada yang namanya tauran siswa oleh karena nya kami berharap jangan pernah melakukan itu kata Kasatbinmas di hadapan siswa yang disaksikan oleh Babinsa dan guru guru.

Bila itu terjadi maka kepolisian akan melakukan penegakan hukum, semua sudah ada aturannya apalagi sampai merusak fasilitas negeri maka kalian harus mempertanggungjawabkan dihadapan hukum kata Siswono sapaan kasatdikmas yang sangat peduli dan akrab dengan semua orang. Keramahan tamahnya membuat suasana tambah menarik siswa, saling bersalaman sesama siswa juga dengan pak Siswono mengakhiri kegiatan ini

Rabu, 23 Mei 2018

MEMBENTUK GENERASI CARONG DAN MEUADAB

*MEMBENTUK GENERASI CARONG DAN MEUADAB*

Oleh. Nazarullah, S. Ag, M. Pd

Maraknya ungkapan saling menghujat yang di sana melibatkan siswa Lembaga Pendidikan Agama Plus santri Dayah dan Perguruan Tinggi/Sekolah Umum saat ini,  terutama di Media Jejaring Sosial seperti Facebook, menggelitik penulis untuk mencoba mengangkat tulisan ini. Semoga saja, akan jadi renungan bagi para pembaca dan juga Pimpinan Lembaga pendidikan serta sahabat-sahabat Fillah, yang menuntut ilmu di berbagai lembaga pendidikan.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaan dari penjajah Belanda dan Jepang  sejak 73 tahun yang lalu. Namun ironisnya, penjajah sudah kita usir dari bumi Persada Indonesia, tapi ajaran dan warisan mereka malah justru kita gunakan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu warisan Belanda yang kita lestarikan di Indonesia sampai saat ini adalah bentuk sistem Pendidikan yang sering kita sebut dengan Pendidikan Agama dan Umum.

Pola Pendidikan Agama dan Umum adalah pola Pendidikan yang ditinggalkan Penjajah Belanda untuk generasi Indonesia. Dari berbagai literatur Khazanah Pendidikan Islam semenjak Rasulullah, tidak dikenal dua istilah tersebut, karena semua ilmu yang ada adalah berasal dari Allah SWT. Artinya, ummat Islam harus mengerti ilmu Al-Quran secara menyeluruh termasuk ilmu fiqih dan teknology.

Dichotomi pendidikan bagi masyarakat Islam justru akan mengantarkan umat Islam menjadi mundur, atau bahkan akan menjadi “bulan-bulanan” negara non muslim.
Begitu juga dengan masyarakat Islam di Indonesia, saat Belanda hengkang dari Indonesia 73 tahun yang lalu, mereka telah merubah wajah pendidikan di Indonesia menjadi dua bagian, Pendidikan Agama dan pendidikan Umum.

Tidak hanya sampai di situ, dalam memilih diantara dua lembaga ini, Belanda juga menitipkan propaganda (Defide et impera). Sehingga, siswa pada dua lembaga ini akan saling menghujat dan mencaci maki. Yang belajar di sekolah umum dilebelkan dengan orang-orang sekuler, dan yang duduk di Lembaga Pendidikan Agama di cap sebagai siswa/santri yang kolot atau bahkan dari kalangan Pesantren diberi lebel sarang teroris.

*Pendidikan Warisan Belanda*

Kenapa istilah ini muncul? Jawabannya karena kita menerima sistem Pendidikan yang diwarisi Penjajah Belanda. Padahal dalam Islam, semua ilmu itu harus digali oleh umat Islam. Lihatlah masa-masa keemasan Kekhalifahan Islam, Para ulama atau kita sebut juga dengan ilmuan, menjadi pioneer pencetus ilmu pengetahuan dan teknology sebagai sumbangsih kemajuan peradaban dunia.

Bacalah sejarah Ibnu Sina, seorang ulama/ilmuwan bagian kedokteran, Al-jabar dan juga Muhammad Bin Musa Al-Khawarizmi di bidang Matematika. Bahkan, Abbas ibnu Firnas adalah seorang ulama Islam yang merintis tecnologi pesawat terbang yang lahir di Andalusia pada tahun 810 M dan meninggal 12 tahun setelah kecelakaan ujicoba pesawatnya yang kedua (wafat tahun 887 M). Hal ini mensinyalir bahwa penemu pesawat terbang bukanlah Wright Brothers yang hidup pada tahun 1871-1912 M. (sebuah manipulasi sejarah dunia).

Kenapa ulama-ulama atau ilmuan terdahulu banyak yang berhasil? Dikarenakan, mereka memahami bahwa ilmu itu semua penting dan semuanya berasal dari Al-Quran yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka berhasil karena semua ilmu itu dipahami sebagai ilmu agama.

Hal ini mengindikasikan bahwa, membuat pesawat terbang, pintar Matematika, jadi Dokter, bukanlah menuntut ilmu pengetahuan umum, tapi semua umat Islam harus menggali ilmu itu untuk kemajuan Peradaban Islam. Dengan demikian, pemisahan ilmu dan juga mengistilahkan pendidikan agama dan umum adalah sebuah sikap kemunduran. Karena, bisa menimbulkan kesan bahwa, ummat Islam tidak perlu menggali teknology karena tidak bisa menjadi “tiket” menuju ke Syurga.

Wal hasil, hampir semua wilayah yang mayoritas penduduk Islam dijajah dan diperangi oleh non muslim. Konyolnya lagi, ketika ada negara yang manyoritas  muslim di perangi oleh non muslim, negara Islam lainnya  hanya bisa mengirim “Doa” sebagai wujud solidaritas dan tidak bisa mengirim “Pesawat tempur beserta amunisi” karena ummat Islam miskin ilmu di bidang itu.

*Saling Membenci*

Bagaimana dengan kita di Indonesia? Setali tiga uang, itulah jawabannya. Pemisahan dua lembaga antara agama dan umum, telah mengantarkan masyarakat kita menjadi masyarakat terjajah “Pola Modern”. Atau bahkan lebih serius dari itu, pemisahan dua lembaga ini telah menjadikan masyarakat kita untuk saling membenci dan mencaci- maki.

Bukalah jejaring sosial seperti Facebook atau lainnya. Secara terang-terangan, media itu telah dijadikan sebagai alat untuk saling “mengkafirkan” antar generasi Islam Indonesia. Produk kurikulum pendidikan agama dan umum juga termasuk di dalamnya kurikulum Dayah/Pesantren.

Devide et Impera yang diwarisi Belanda lewat pemisahan Lembaga Pendidikan Agama dan Umum, ternyata cukup ampuh untuk memporak-porandakan penduduk Islam Indonesia. Kalau sesama Islam di Indonesia sudah saling bermusuhan, kapan lagi Persatuan Indonesia akan kita tegakkan?

Perang saudara sedang mengintip kita di Indonesia, itulah “BOM WAKTU” yang sedang ditunggu-tunggu non muslim. Oleh karena itu, berfikirlah dengan bijak, satukan visi dan misi pendidikan kita, bahwa Islam itu tidak mengenal pemisahan pendidikan. Yang ada hanya ilmu itu semuanya penting dan bersal dari Allah SWT.

*Aceh Carong dan Meuadab*

Untuk menyukseskan program Aceh carong dan meuadab yang digulir oleh pemerintahan Aceh era Irwandi-Nova, peserta didik yang ada di berbagai lembaga Pendidikan di Aceh,  kini saatnya diperkuatkan dengan Aqidah dan Akhlak Mulia,  agar mereka akan menjadi ilmuan atau pakar (carong) yang berbasis Al-Quran dan Al-Hadits dan juga dibingkai dengan adab dan sopan santun (meuadab). Hingga suatu hari nanti, masyarakat Aceh akan menjadi masyarakat yang bisa bersanding dan bersaing dengan provinsi serta negara-negara lain di berbagai belahan dunia lainnya.

Sudah saatnya, Aceh menjadi daerah yang dalam Al-Quran disinyalir dengan ungkapan “Basthatan Fil Ilmi wal Jismi. Tapi dengan satu syarat, hapuslah sistem pendidikan dichotomi. Karena dengan dichotomi pendidikan akan menjadikan bangsa Aceh sebagai bangsa yang mundur dari ilmu pengetahuan dan teknology.

* Penulis adalah Widyaiswara di Balai Diklat Keagamaan Aceh.
Email: nazarullah_za@yahoo.co.id

Jumat, 11 Mei 2018

MENAG: JANGAN MUDAH MENGKAFIRKAN ORANG LAIN

Banda Aceh (Nazarullah ZA). Sebelas BDK seluruh Indonesia yaitu BDK Aceh, Medan, Makasar, Palembang, Manado, Surabaya, Denpasar Bandung, Semarang, Padang dan Jakarta mengikuti arahan dan Pembekalan Menteri Agama H. Lukman Hakim Saifuddin, Rebu (9/5) lewat Video Conference yang dilaksanakan oleh Pusdiklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan Kementerian Agama Jakarta yang juga turut hadir Kepala Balitbang Kementerian Agama Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas'ud, MA. Ph.D

Arahan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin diikuti oleh peserta Diklat Penyuluh Agama Non PNS dan Peserta Diklat Auditor Halal. Menteri Agama dalam arahannya menyampaikan apresiasi kepada penyuluh agama Non PNS dan Auditor Halal sebagai orang-orang yang terpilih di Indonesia, dan mengajak semua peserta untuk mensyukuri atas kesempatan emas ini.

Khusus untuk penyuluh agama, Lukman Hakim menyampaikan bahwa Penyuluh agama harus bisa menjadikan agama sebagai wadah untuk memanusiakan manusia.  Dengan agama harus mampu mewujudkan keberagaman agama yang ada di Indonesia sebagai perekat Kebangsaan. Jadi yang dituntut bagi seorang penyuluh agama adalah untuk bisa menjadi pencerah dalam masyarakat lewat edukasi agama agar saling menghargai terhadap perbedaan dan tidak gampang untuk mengkafirkan orang lain bila tidak sama pemahaman dengan kita.

Untuk auditor halal, Menag mengajak untuk kuasai benar undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan produk halal. Memantau tidak hanya setelah diproduksi, tetapi harus dimulai dari proses pembuatan, pengemasan sampai dengan dikeluarkannya sertifikasi halal. Sehingga, sebuah produk itu benar-benar dijamin kehalalannya. Auditor halal adalah orang yang menentukan sebuah produk halal. Oleh karena itu jaga kehormatan, kemuliaan, dan kepercayaan ini. Sehingga produk halal itu benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah dan Masyarakat Islam di Indonesia.

Kepala BDK Aceh Salman Al Farisi, S.Ag, M.Pd, didampingi Humas BDK Aceh Nazarullah, S.Ag, M.Pd menyampaikan bahwa Kegiatan Video Conference Peserta Diklat Penyuluh Agama dan Auditor Halal dengan Menteri Agama dilaksanakan di UIN Ar-Raniry yang juga dihadiri oleh Rektor UIN Prof. Dr. Farid Wajdi, MA, Kasubbag TU, Kasie Teknik dan Keagamaan serta Kasie Administrasi BDK Aceh.

Dalam sesi tanya jawab dengan Menteri Agama, Arifin salah seorang Peserta Diklat Penyuluh Non PNS dari Subulussalam memohon kepada Menteri Agama agar Penyuluh Non PNS bisa diangkat menjadi PNS sebelum masa tugas Lukman Hakim berakhir dalam kabinet Jokowi. Peserta Diklat ini juga meminta kepada Menteri Agama agar Pembangunan Gedung BDK Aceh segera direalisasikan. Karena sampai saat ini, BDK Aceh masih menumpang Kelas belajar dan asrama di MAN Model Banda Aceh, yang terasa belum nyaman selayaknya sebagai Sebuah Balai Diklat. (Humas dan Protokol BDK Aceh)